Monday, January 21, 2008

Orang Yang Bersiwak dengan Siwak Orang Lain

Bismillah ar-Rahman ar-Rahim


Dari 'Aisyah R.A., dia berkata,
"Abdurrahman bin Abu Bakar masuk ke rumah Rasulullah SAW sambil membawa siwak untuk membersihkan gigi. Rasulullah SAW melihatnya, maka aku berkata kepadanya,
'Wahai Abdurrahman, berikanlah siwakmu itu kepadaku'.
Maka dia memberikannya kepadaku. Aku patahkan ujungnya dengan gigiku, lalu aku kunyah. Setelah itu aku berikan kepada Rasulullah SAW, dan beliau membersihkan giginya dengan siwak itu sambil bersandar di dadaku."


Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari di Kitab Sholat Jum'at dari Shahih Bukhari. Adapun, Abdurrahman adalah saudara dari 'Aisyiyah.

Jujur saja, aku tadi sempat meneteskan air mata ketika membaca ulang hadits ini dan mengingat kembali penjelasan Ustadz Soekamto di kajian pagi sebelumnya.

Sebenarnya ada 3 hikmah yang terkandung dari hadits ini. Pertama, sesuai yang tercantum dalam judul bab, Imam Bukhari menunjukkan, bolehnya memakai siwak orang lain. Kedua, menunjukkan, bolehnya bersiwak sewaktu-waktu, walaupun tidak sholat. Ketiga, menunjukkan bagaimana hidup dalam berkeluarga, yang ditunjukkan oleh keluarga Rasulullah.

Mengingat penjelasan yang terakhir inilah yang sempat membuat aku meneteskan air mata ketika sedang mengingat kembali penjelasan hadits tersebut, padahal aku tertawa ketika mendengarkan penjelasan Ustadz Soekamto pada waktu kajian beliau.

Lihat saja, bagaimana perhatian 'Aisyah terhadap Rasulullah, yang tahu beliau ingin bersiwak, sehingga siwak saudaranya dimintakan, juga sudah disiapkan oleh 'Aisyah agar bisa langsung dipakai.

Lihat juga ketika Rasulullah, langsung memakai siwak itu, meskipun itu bekas mulut 'Aisyah. Sedangkan, aku khawatir, diriku nanti ketika sudah tua, ketika sikat gigi tinggal satu yang merupakan milik istriku, kemudian istriku nanti menawariku sikat giginya untuk dipinjam, aku malah bilang, "Bekas 'gidal'-mu gitu kamu kasihkan aku." (Maaf, contoh kasar). Padahal ketika masih muda, menganggap hal ini sebagai hal yang mesra.

Lihat juga, bagaimana Rasulullah ingin bermanja kepada istrinya, meskipun ada orang lain di depannya. Yang mungkin, ketika tua nanti, aku bahkan malu hanya untuk sekedar menggandeng tangan istriku di depan umum, yang dalam pikiranku, mungkin "Kayak anak kecil saja, bergandengan tangan." Padahal ketika masih muda, aku mau menggandeng tangannya karena ingin menunjukkan, inilah istriku, kepada orang lain.

Lihat juga, bagaimana sikap 'Aisyah yang menerima keinginan suaminya yang ingin dimanja.

Aku tidak bisa membayangkan, terhadap 'Aisyah saja seperti ini. Bagaimana dengan Khadijah, yang nyatanya, Rasulullah sendiri saja jauh lebih mencintai beliau? Padahal beliau berumur 15 tahun lebih tua daripada Rasulullah. Bisakah aku seperti itu? Sebuah kemesraan yang istiqamah, walau sudah beberapa tahun usia pernikahan. Berlawanan dengan kejadian dalam anekdot pernikahan ini. Sungguh, aku iri dengan keluarga itu.


Oleh:
Ali Sofyan Kholimi

1 comment:

  1. satu lagi ilmu baru...
    terima kassih mas khol...
    bisa jadi bekal..

    ReplyDelete