Saturday, July 3, 2021

Buburnya Menyehatkan

Kemarin, akhirnya saya laporan ke teman-teman prodi. Saya sendiri sepekan ini tidak ke prodi sama sekali. Begitu tahu saya kena Covid, teman-teman prodi langsung bikin jadwal kirim makanan ke saya. Kemarin sore, saya dapat kiriman bubur Ayam Abah Odil. Sejujurnya, ketika saya memakannya, perut saya agak mual. Namun, kiriman harus dimakan bukan? Habis makan sedikit separuh, saya hentikan memakannya, lalu istirahat, tidur hingga bangun sekitar tengah malam. Saya lanjutkan makan bubur itu lagi sampai habis, kemudian tidur lagi. Walaupun bisa saja saya buang, tapi saya malu kalau diberi makan tidak dihabiskan. :) Pagi ini, badan saya terasa sedikit lebih bertenaga dibandingkan hari sebelumnya. Mungkin memang kadang perlu dipaksakan lebih banyak, mengingat selama dua hari ini, saya hanya makan bakso ukuran kecil, 5-7 butir, tanpa nasi. Makanan berupa bubur ini lebih memudahkan saya menelan tanpa perlu terlalu banyak merasakan di lidah.

Thursday, July 1, 2021

Fix, Covid

Badan rasanya linu semua, itu yang saya rasakan selama 5 hari ini. Semua linu ini ternyata karena saya terkena Covid, setidaknya, itu lah hasil tes yang saya terima hari ini. Saya baru tes covid hari ini, karena baru hari ini lah saya sanggup berangkat periksa.

Saya tarik ke 5 hari sebelumnya, Sabtu, 26 Juni, hari itu, saya merasa lelah sekali. Bahkan, saya sempat ketiduran ketika menunggu waktunya bimbingan. Waktu itu, saya ada jadwal bimbingan dengan rekan dosen yang lain beserta beberapa mahasiswa. Kami menjadwalkan bimbingan jam 1 siang, melalui Google Meet. Setelah sholat Dhuhur, sambil menunggu jadwal bimbingan, saya beristirahat sambil membaca Tafsir Ibnu Katsir Juz 30 yang diterbitkan Sinar Baru Algensindo. 

Saya terbangun kaget. Jam sudah menunjukkan sekitar jam 4 sore. Itu berarti, saya benar-benar tertidur pulas, ketiduran saat sedang membaca buku, bahkan sampai Adzan Ashar pun tidak terdengar, padahal masjid ada di sebelah rumah. Sudah lama sekali saya tidak tertidur seperti ini. Saya lihat HP, beberapa kali miscall dari rekan saya yang tidak terjawab. Segera setelah sholat, saya pun mengirim pesan kepada teman saya melalui Whatsapp, meminta maaf atas ketidak-hadiran saya. Kami pun janjian lagi, namun kali ini untuk diskusi masalah penelitian setelah Isya', melalui Google Meet. Bagaimana kondisi saya saat ketemuan daring setelah Isya' itu, saya tidak terlalu ingat.

Keesokan harinya, Ahad, 27 Juni, saya terbangunkan oleh alarm Subuh. Saya ingin bangun, tapi badan ini linu semua dari ujung kaki, sampai ujung kepala. Kepala linu yang saya maksud ini berbeda dengan kepala pusing, rasanya lebih seperti ada jari yang menekan di kepala. Selain badan linu, perut ini juga terasa mual. Covid-kah ini? Itulah yang saya pikirkan pertama kali. Ada beberapa hal yang membuat saya berfikiran seperti itu. Pertama, beberapa hari belakangan, saya sedang ada kegiatan yang mengharuskan bertemu banyak orang. Kedua, saya pernah membaca artikel tentang gejala-gejala pada orang yang terkena Covid.

Terkait dengan covid ini, saya sudah mempelajari beberapa artikel, tentu bukan artikel yang tidak jelas yang bertebaran di Medsos, terutama yang banyak sekali bertebaran di WAG. Artikel yang saya baca ini, saya usahakan dari Google Scholar. Selain artikel-artikel dalam perspektif kedokteran, saya juga membaca artikel dari perspektif agama, bahkan saya telah membaca buku Kitab Wabah dan Taun dalam Islam yang ditulis oleh Ibnu Hajar al-Asqalani. Terkait dengan ini, saya berusaha bersikap moderat terhadap Covid, tidak terlalu takut berlebihan, tidak juga terlalu meremehkan berlebihan.

Dalam pembacaan saya, ada dua model pengobatan Covid, yakni dengan menggunakan obat kimia buatan dan obat herbal. Saya sudah siap dua-duanya di rumah, walaupun saya lebih cenderung memilih herbal, karena pengalaman beberapa kali, obat kimia kurang cocok di tubuh saya. Dari aliran obat kimia buatan, di rumah sudah siap obat semacam promag untuk lambung, becom-z untuk vitamin, paracetamol dan antalgin untuk pereda nyeri. Untuk obat herbal, di rumah sudah siap madu, sambiloto, kunyit, temulawak, gamat, spirulina, habbatus saudah, dan qusthul hindi.

Kembali ke ketika saya kesulitan bangun, yang pertama kali saya lakukan adalah bangun. Saya cukup bersyukur untuk masalah ini, mengingat, sepekan sebelumnya, istri dan anak-anak sedang ke Jakarta menjenguk kakeknya. Jadi, ketika saya bisa bangun dan membuat ramuan pertama ini, bagi saya anugrah dari ALLOH SWT. Setelah bangun, saya segera membuat ramuan yang berisi qusthul hindi, kunyit, dan temulawak, masing-masing setengah sendok teh, kemudian diseduh dengan air panas segelas.

Setelah sholat subuh, yang pertama kali saya pikirkan adalah saya harus makan, karena lawan virus adalah imun dari badan sendiri melalui protein. Di kulkas ada beberapa frozen food. Saya pun segera mengukus bakso. Ketika saya memakannya, perut saya mual sekali, padahal baru 1 buah bakso kecil. Makan apa ini? Kemudian saya teringat, makanan yang paling mudah saya makan adalah telur rebus. Saya pun memasak telur rebus dua buah. Alhamdulillah, perut saya tidak terlalu mual ketika memakan dua butir telur rebus itu, tanpa nasi.

Makan siang, saya mulai dengan minum ramuan yang sama seperti saat pagi hari. Hanya saja, menu yang saya buat kali ini telur ceplok, dengan nasi. Ternyata perasaan mual saat makan muncul lagi. Akhirnya saya masak lagi telur 2 butir, dan memakannya dengan tidak terlalu mual. Saya makan telur rebus ini hingga hari Senin sore.

Senin pagi, saya mencoba meminum multivitamin yang saya miliki. Hasilnya mual saya bertambah parah, hanya saja saya belum menyadari kalau ini pengaruh multivitamin yang saya minum.

Selasa pagi, saya minum multivitamin itu lagi, dan sekali lagi, perut saya mual lagi. Saya putuskan bahwa besok tidak minum multivitamin lagi. Pada hari Selasa ini, walaupun perut merasa mual, saya sudah mulai bisa berjalan-jalan agak jauh di dalam rumah.

Rabu pagi, saya mulai berpikir, saya harus mendapatkan asupan vitamin, tapi tidak mungkin dari obat-obatan. Hari itu, saya nekat beli pepaya, karena saya ingat buah pepaya ini buah yang saya paling sering tidak merasa eneg. Tentu dengan menggunakan masker rangkap dua, ditambah plester untuk lapis pertama. Sesampainya di rumah, saya coba makan, Alhamdulillah, bisa masuk.

Pada Rabu siang itu, saya mulai mencoba lagi makan bakso, perasaan mual tetap muncul kalau makan dicampur nasi, akhirnya saya coba makan bakso tanpa nasi. Alhamdulillah, walaupun masih ada rasa mual, tapi tidak begitu parah. Di sisi lain, perut saya mulai merasa begah. Ya, perasaan begah ini berbeda dengan mual. Tapi ini dapat menyebabkan malas makan. Saya baru teringat, saya belum BAB sejak hari Ahad. Hingga sore, perasaan begah ini semakin bertambah. Akhirnya, sore saya coba makan promag 2 butir. Alhamdulillah, sekitar 2-3 jam kemudian, akhirnya saya bisa BAB dan perasaan begah di perut ini hilang.

Hari ini, Kamis, saya merasa agak enakan untuk jalan-jalan. Saya segera melakukan medical check-up ke Rumah Sakit, fix, saya terkena Covid, dan saya diminta isolasi mandiri selama 10 hari ke depan. Segera setelah saya mendapat hasil positif, saya segera laporan ke pimpinan serta teman-teman kerja. Ternyata, bukan hanya saya yang terkena dalam 1 tim itu, setidaknya ada 3 orang yang terkena.

Saturday, August 26, 2017

Science, Technology, Engineering, Art, Math, and Religion (STEAM+R)

STEAM+R, adalah visi baru dari blog ini. Semua tulisan yang akan muncul di blog ini akan berasal dari visi tersebut. STEAM+R bermakna STEAM yang berdiri di atas pondasi Religion (Agama). STEAM adalah sebuah bidang yang digunakan untuk mengatasi permasalahan riil dunia saat ini, yang terdiri dari Science, Technology, Engineering, Art, dan Math. Apakah konsep ini menganak-tirikan salah satu bidang ilmu? Bahkan sebaliknya, di konsep ini, kita bisa menemukan istilah Social Science dan Social Engineering. Di sisi lain, rumus-rumus Fisika dan Matematika pun akan mendapat tempatnya di dunia ilmu sosial.

Walaupun ada juga istilah STREAM, di mana istilah Religion sudah masuk, namun saya tidak mau ikut dalam penamaan tersebut. Mengapa? Karena Religion dalam STREAM dianggap setara, sedang dalam istilah STEAM+R yang saya gunakan ini, Religion berfungsi sebagai pondasi.