3 kemiripan rumah kosong dengan ilmu pengetahuan kita. Pertama, sertifikat diklat/kuliah identik dengan sertifikat kepemilikan properti. Kedua, tanah tempat rumah itu dibangun identik dengan otak tempat kita menyimpan ilmu pengetahuan. Ketiga, rumah yang dibangun ditanah itu identik dengan ilmu yang disimpan dalam otak kita.
Meskipun rumah itu tidak digunakan, sang pemilik rumah tidak serta merta kehilangan sertifikatnya. Dia tetap memiliki sertifikat itu. Sama dengan kita. Meskipun kita tidak menggunakan ilmu pengetahuan itu, namun kita masih memiliki sertifikatnya. Ukuran tanah rumah-rumah itu tidak berkurang. Mungkin ukuran otak kita juga tidak berkurang. Namun, rumah yang dibiarkan kosong itu kini nyaris tidak berbentuk lagi, hingga lebih cocok disebut ’reruntuhan’. Boleh jadi, ilmu pengetahuan kita yang bersertifikat itu pun kini tinggal ’reruntuhan’ karena sudah terlalu lama tidak digunakan.
Bayangkan jika sang pemilik rumah kosong tadi membeli properti dimana-mana. Mengumpulkan sertifikatnya. Lalu membiarkan semua properti yang sudah dibelinya tidak digunakan. Sekarang, bayangkan perusahaan memiliki komitment untuk mengirim kita mengikuti diklat ini dan itu, hingga mendapatkan banyak sertifikat. Namun, kita seperti sang pemilik rumah yang tidak menggunakan rumah-rumah yang telah dibelinya tadi. Boleh jadi, itulah sebabnya; mengapa banyak ilmu kita yang menghilang. Meskipun kita masih menyimpan sertifikatnya dalam map dan figura-figura yang indah; namun. Kita sudah tidak lagi memiliki ilmunya.
Bukan Artikel Asli Buatan Saya
mantep pak...
ReplyDeleteDaya kita ada dalam pikiran kita, jadi tetaplah sadar. Dengan kata lain "Ingatlah untuk mengingat"
bener :D
ReplyDelete