Friday, January 11, 2008

Akad Nikah: Pilih Madzhab Yang Mana?

Bismillah ar-Rahman ar-Rahim

Sebelumnya, perlu saya garis bawahi, tulisan ini gak serius kok. Namun membahas masalah agama, jadi juga agak serius. Nah, saya nulis ini juga karena ada dugaan saya akan menikah, yang konon sempat dibahas di YM! Conference rekan-rekan angkatan 99 karena berhubungan dengan perjanjian 3 bersaudara yang sudah dikhianati oleh 1 saudara. :D Kebetulan yang dua saudara kan dari angkatan 99, dan saya bukan angkatan 99.

Karena ramai masalah nikah, maka, sekalian saya menulis ide-ide saya tentang pernikahan. Nah yang akan dibahas sekarang tentang akad nikah.

Seperti yang kita ketahui di Indonesia, pada umumnya, pernikahan menggunakan akad nikah model madzhab Imam Syafi'ie. Yang berasal dari pemahaman, akad nikah itu harus diucapkan dengan kalimat-kalimat yang sudah dibuatkan, semacam ini:


Wali nikah:
Saya nikahkan ananda (nama calon pengantin laki-laki) .................. bin............. dengan putri kandung saya yang bernama (nama calon pengantin perempuan) ..................... binti .................. dengan mas kawin ..................... dibayar tunai/hutang.

Calon Pengantin Pria:
Saya terima nikah (nama CPW) ..................... binti .................. dengan mas kawin ..................... dibayar tunai/hutang.


Namun, kalau kita baca referensi, insyaALLOH, akad semacam itu tidak ada. Kalimat-kalimat dalam akad, bisa kita buat sendiri. Namun membuat sendiri, bisa menjadi kondisi yang buruk, karena sakralitas menjadi hilang, semisal:


Calon Pengantin Pria:
Saya mau menikahi putri bapak dengan mas kawin ......

Wali nikah:
Baiklah, saya nikahkan kamu dengan putri saya ini.


:D

Akad yang kasar kan?

Kalo saya sih pingin yang agak bagus sedikit, seperti ini:


Calon Pengantin Pria:
Demi DIA yang jiwaku berada di genggaman-NYA, pada saat ini, saya ingin menikahi ......... putri Bapak, dengan mas kawin ......... Jadi, maukah Bapak menanyakan pada ......... putri Bapak, apakah beliau bersedia menerimanya?


Waktu, aku diskusi dengan ortuku masalah ini, jaman dahulu kala. Aku yang malah dimarahi. "Secara fiqih, kamu bisa jadi benar, tapi nanti nikahmu malah gak jadi karena dianggap gak sah kalau penghulumu fanatik pada satu madzhab." :D

Wallahu'alam.


Oleh:
Ali Sofyan Kholimi

1 comment:

  1. Kalau saya terserah bapaknya aja, yang penting dapat anaknya :p

    ReplyDelete